Ketupat, Khazanah Islam di Nusantara

Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa muda (janur). Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Idul Fitri sampai beberapa hari berikutnya

Adalah Raden Mas Syahid atau biasa dikenal sebagai Kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa dan menjadi simbol perayaan hari raya umat Islam sejak masa pemerintahan Demak di bawah pimpinan Raden Patah di awal abad ke-15. Ketupat sendiri digunakan sebagai media penyebaran agama Islam serta untuk membangun kekuatan politis dengan pendekatan kebudayaan agraris.

De Graf menyebutkan penggunaan janur sebagai bungkus menunjukkan identitas budaya pesisir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Pemilihan janur berwarna kuning, dimaksudkan sebagai pembeda dari Timur Tengah dengan warna hijau dan merah dari asia timur. Janur sendiri adalah kependekan dari jatining nur yang artinya hati nurani. Setelah selesai dianyam, janur pun diisi dengan beras. Beras sendiri digambarkan sebagai nafsu duniawi. Bukan hannya itu, beras menjadi upaya peralihan dari Dewi Sri yang dipuja sebagai Dewi kesuburan menjadi bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Tahap akhir adalah proses pemasakan ketupat dan setelah matang ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua sebagai lambang kebersamaan. Jadi ketupat menjadi simbol nafsu dunia yang dibungkus oleh hati nurani.

Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.

Ngaku Lepat. Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon maaf.  Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan maaf dari orang lain, khusunya orang tua.

Laku Papat, Yaitu Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan.

Lebaran, bermakna usai menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.

Luber, meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi Rukun Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan, Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

Adapun filosofi dari ketupat sendiri adalah;

  1. Terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
  2. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.
  3. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.
  4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang mengatakan “Kupa santen“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).

Betapa besar peran para Wali dalam mengenalkan agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar, seperti tradisi lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini. (Fran Aldino)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *